Minggu, 08 November 2009

Prosedur Pelayanan Jamkesmas

Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut:
1. Pelayanan Kesehatan Dasar

Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya, peserta harus menunjukkan kartu JAMKESMAS, atau surat keterangan/rekomendasi Dinas Sosial setempat (bagi gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar) atau kartu PKH bagi peserta PKH yang belum memiliki kartu JAMKESMAS. (Mekanisme pelayanan kesehatan dasar lebih lanjut diatur dalam juknis tersendiri)

2. Pelayanan Tingkat Lanjut
  1. Peserta JAMKESMAS yang memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut (RJTL dan RITL), dirujuk dari Puskesmas dan jaringannya ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut disertai kartu peserta JAMKESMAS atau surat/kartulainnya sebagaimana dimaksud pada butir 1(satu) dan surat rujukan yangditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan. Pada kasus emergency tidak memerlukan surat rujukan.
  2. Kartu peserta JAMKESMAS atau surat/kartu lainnya sebagaimana dimaksud pada butir 1 (satu) diatas dan surat rujukan dari Puskesmas dibawa ke loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) untuk diverifikasi kebenaran dan kelengkapannya untuk selanjutnya dikeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan.
  3. Bayi-bayi yang terlahir dari keluarga peserta JAMKESMAS secara otomatis
  4. Pengaturan teknis pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya dibuat dalam Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar tersendiri yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pedoman ini menjadi peserta dengan merujuk pada kartu orang tuanya. Bila bayi memerlukan pelayanan dapat langsung diberikan dengan menggunakan identitas kepesertaan orang tuanya dan dilampirkan surat kenal lahir dan kartu Keluarga orang tuanya.
  5. Pelayanan persalinan normal dibayarkan secara paket baik ibu maupun bayinya, akan tetapi apabila bayi mempunyai kelainan dan memerlukan pelayanan khusus dapat diklaimkan terpisah sesuai diagnosanya.
  6. Bagi gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar dapat mengakses pelayanan walaupun tanpa kepemilikan kartu JAMKESMAS dengan menunjukan surat keterangan/rekomendasi dari Dinas Sosial setempat yang menerangkan bahwa yang bersangkutan warga terlantar dan tidak mampu.
  7. Pelayanan tingkat lanjut sebagaimana diatas meliputi : 1) Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/ BBKPM/BKPM/BP4/BKIM. 2) Pelayanan lanjutan yang dilakukan pada BKMM/ BBKPM /BKPM/BP4/BKIM bersifat pasif (dalam gedung) sebagai PPK penerima rujukan, 3) Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit dan tidak diperkenankan pindah kelas atas permintaannya. 4) Pelayanan obat-obatan, 5) Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya. Untuk kasus khronis tertentu yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam waktu lama, surat rujukan dapat berlaku selama 1 bulan (seperti,Diabetes Mellitus). Untuk kasus kronis khusus seperti kasus gangguan jiwa dankasus pengobatan paru, surat rujukan dapat berlaku s/d 3 bulan.
  8. Rujukan pasien antar RS termasuk rujukan antar daerah dilengkapi surat rujukan dari RS yang merujuk, copy kartu peserta atau surat keterangan/rekomendasi dari Dinas Sosial (bagi gelandangan pengemis, anak dan orang terlantar) serta kartu PKH bagi peserta PKH yang belum mempunyai kartu JAMKESMAS serta surat pengantar dari petugas yang memverifikasi kepesertaan. Pada kasus-kasus rujukan antar daerah, petugas yang memverifikasi kepesertaan pada RS rujukan dapat melakukan konfirmasi ke database kepesertaan melalui petugas PT Askes (Persero) tempat asal pasien.
  9. Pada keadaan gawat darurat, apabila setelah penanganan kegawat-daruratannya peserta memerlukan rawat inap dan identitas kepesertaanya belum lengkap, maka yang bersangkutan diberi waktu 2 x 24 jam hari kerja untuk melengkapinya atau status kepesertaannya dapat merujuk pada data base kepesertaan yang dilengkapi oleh petugas PT Askes (Persero).
  10. Pelayanan obat di Rumah Sakit dengan ketentuan sebagai berikut :
  11. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah Sakit,
  12. Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit bertanggungjawab menyediakan semua obat dan bahan habis pakai yang diperlukan. Meski telah diberlakukan INADRG, agar terjadi efisiensi pelayanan, pemberian obat didorong agar menggunakan Formularium obat JAMKESMAS di rumah sakit. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir 1) diatas maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait. 3) Pemberian obat untuk pasien diberikan untuk 3 (tiga) hari kecuali untuk penyakit-penyakit kronis tertentu dapat diberikan lebih dari 3 (tiga) hari sesuai dengan kebutuhan medis. Pemberian obat dilakukan dengan efisien dan mengacu pada clinical pathway.
  13. Pemberlakuan INA-DRG bagi seluruh PPK lanjutan sebagai dasar pertanggungjawaban/ klaim sejak 1 Januari 2009. Pemberlakuan INA-DRG tersebut memerlukan persiapan perangkat keras, perangkat lunak dan sumber daya manusia (SDM)
  14. Pelayanan kesehatan RJTL di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan di Rumah Sakit, dan pelayanan RITL di Rumah Sakit dilakukan secara terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut INA-DRG. Dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosa yang tepat sesuai ICD-10 dan ICD-9 CM sebagai dasar penetapan kode INA-DRG. Dokter penanggung jawab harus menuliskan nama dengan jelas serta menandatangani berkas pemeriksaan (resume medik).
  15. Apabila dalam proses pelayanan terdapat diagnosa penyakit/prosedur yang belum tercantum baik kode maupun tarifnya dalam Tarif Paket INA-DRG (ungroupable), maka Balai-Balai Kesehatan/RS melaporkannya ke Center for Casemix/Ditjen Bina Pelayanan Medik untuk dilakukan penetapannya. Pengaturan khusus untuk pelaksanaan INA-DRG dilakukan dengan petunjuk teknis khusus.
  16. Pada kasus-kasus dengan diagnosa yang kompleks dengan severity level-3 menurut kode INA-DRG maka disamping harus dilengkapi butir k) diatas juga harus mendapatkan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur Pelayanan atau Supervisor yang ditunjuk untuk dan yang diberi tanggungjawab oleh RS.
  17. Pasien yang masuk ke instalasi rawat inap melalui instalasi rawat jalan atau instalasi gawat darurat hanya diklaim menggunakan 1 (satu) kode INA-DRG dengan jenis pelayanan rawat inap.
  18. Pasien yang datang ke 2 (dua) atau lebih instalasi rawat jalan dengan dua atau lebih diagnosa akan tetapi diagnosa tersebut merupakan diagnosa sekunder dari diagnosa utamanya maka dklaimkan menggunakan 1 (satu) kode INA-DRG.
  19. Pasien yang datang ke 2 (dua) atau lebih instalasi rawat jalan dengan kasus yang bukan merupakan diagnosa sekunder dari diagnosa utamanya dapat diklaimkan menurut diagnosa masing-masing. Setiap pasien yang datang untuk kontrol ulang di instalasi rawat jalan, diagnosa utamanya menggunakan kode Z.
  20. Agar pelayanan berjalan dengan lancar, RS bertanggungjawab untuk menjamin ketersediaan Alat Medis Habis pakai (AMHP), obat dan darah
  21. Untuk menjamin ketersediaan dan harga obat /vaksin/serum di pusat dan daerah serta di Balai-Balai dan RS, dilakukan kesepakatan kerja sama antara Menkes dan Konsorsium BUMN Farmasi. RS dan balai-Balai Kesehatan menindaklanjutinya dengan kerjasama teknis dengan mengacu kepada pedoman pelaksanaan kesepakatan kerjasama tersebut
  22. Pelayanan RS diharapkan dapat dilakukan dengan cost efficient dan cost effective agar biaya pelayanan seimbang dengan tarif INA-DRG.
  23. Dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta, tidak boleh dikenakan iur biaya oleh PPK dengan alasan apapun.
  24. Pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan INA-DRG dalam program Jamkesmas dilakukan dengan Petunjuk Teknis tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari pedoman ini, serta surat keputusan dan surat edaran lainnya. Proses aktivasi software INA-DRG dilakukan dengan konsultasi

ALUR PELAYANAN KESEHATAN

`
Pemberlakuan INA-DRG di RS meliputi berbagai aspek sebagai satu kesatuan yakni; penyiapan software dan aktivasinya, administrasi klaim dan proses verifikasi. Agar dapat berjalan dengan baik; dokter harus menuliskan diagnose menurut ICD-10 dan atau ICD-9 CM, melaksanakan pelayanan sesuai dengan clinical pathway dan menggunakan sumber daya yang paling efisien. Coders melakukan pengecekan kesesuaian diagnosa dan selanjutnya melakukan entry pada software INA-DRG. Seterusnya petugas administrasi klaim RS melakukan klaim dan melengkapi data tambahan yang diperlukan (nama pasien, nomor SKP, nama dokter penanggungjawab, tanda tangan dokter, surat rujukan dan pengesahan Komite Medik atau Direktur Pelayanan atau Supervisor yang ditunjuk dan diberi tanggung jawab oleh RS pada kasus level severity 3) dengan menggunakan format klaim (software) yang ditentukan dan verifikator melakukan verifikasi klaim RS

0 komentar:

Posting Komentar